BELAJAR BERBAGI

Jumat, 17 Februari 2012

MANUSIA DAN AGAMA

PENDAHULUAN
Manusia di manapun berada membutuhkan suatu dzat yang luar biasa untuk melindungi dirinya. Di Indonesia ada paham Animisme dan Dinamisme sebelum agama masuk wilayah Nusantara. Bukti sejarah menunjukkan peradaban Megalitik berkembang di Negeri ini. Budaya menghormati roh nenek moyang yang mereka anggap sanggup melindungi mereka dari bahaya yang setiap saat mengancam mereka seperti gunung meletus, banjir, angin topan dan bencana alam yang lain. Mereka juga mempunyai keinginan supaya hasil panen mereka berhasil dengan baik dan keluarganya dapat aman sejahtera.
Seiiring perkembangan peradaban, mulai masuk agama Budha, Hindu, Islam, Kristen di Nusantara ini. Agama ini berkembang dengan pesat di Nusantara sebagai bukti bahwa masyarakat membutuhkan agama sebagai perwujudan kebutuhan manusia terhadap perlindungan Yang Maha Kuasa.
Manusia di jaman modern yang selalu berpikiran logis, secara sadar ataupun tidak sadar juga merindukan kehadiran Tuhan pada kehidupan mereka. Manusia mengharapkan rasa adil, rasa aman, sifat kasih sayang, jujur, menjunjung tinggi kebenaran yang merupakan unsur-unsur sifat ketuhanan. Meskipun demikian, ada manusia yang mau beragama dan ada manusia yang tidak mengakui keberadan Tuhan dalam kehidupan mereka. Berdasarkan fenomena tersebut, tulisan singkat ini berusaha menyajikan bagaimanakah esensi agama dalam diri manusia.

HAKIKAT PENCIPTAAN MANUSIA
Manusia merupakan Mahluk Allah yang istimewa. Secara fisik manusia diciptakan lebih sempurna dari pada Mahluk yang lain. Sifat jasmaniah dan ruhaniah melekat pada diri manusia. Sebagai Mahluk yang lebih sempurna dari pada Mahluk yang lain, maka Allah memberikan amanah kepada manusia sebagai pemimpin dan wakil-Nya di muka bumi, hal ini sebagaimana firman Allah dalam Qs. Al-Baqarah: 30
 وَإِذْ قَالَ رَبُّكَ لِلْمَلائِكَةِ إِنِّي جَاعِلٌ فِي الأرْضِ خَلِيفَةً قَالُوا أَتَجْعَلُ فِيهَا مَنْ يُفْسِدُ فِيهَا وَيَسْفِكُ الدِّمَاءَ وَنَحْنُ نُسَبِّحُ بِحَمْدِكَ وَنُقَدِّسُ لَكَ قَالَ إِنِّي أَعْلَمُ مَا لا تَعْلَمُونَ
Artinya :
Ingatlah ketika Tuhanmu berfirman kepada para Malaikat: "Sesungguhnya Aku hendak menjadikan seorang Khalifah di muka bumi." mereka berkata: "Mengapa Engkau hendak menjadikan (Khalifah) di bumi itu orang yang akan membuat kerusakan padanya dan menumpahkan darah, padahal kami senantiasa bertasbih dengan memuji Engkau dan mensucikan Engkau?" Tuhan berfirman: "Sesungguhnya Aku mengetahui apa yang tidak kamu ketahui."

Karena keiistimewaan itulah maka Allah memerintahkan kepada seluruh Mahluk untuk bersujud tanda penghormatan kepada Nabi Adam sebagai manusia pertama, sebagaimana dapat kita ketahui dari Qs. Al-Baqarah:34
وَإِذْ قُلْنَا لِلْمَلَائِكَةِ اسْجُدُوا لِآَدَمَ فَسَجَدُوا إِلَّا إِبْلِيسَ أَبَى وَاسْتَكْبَرَ وَكَانَ مِنَ الْكَافِرِينَ

Artinya:
Dan (Ingatlah) ketika Kami berfirman kepada para Malaikat: "Sujudlah  kamu kepada Adam," Maka sujudlah mereka kecuali Iblis; ia enggan dan takabur dan adalah ia termasuk golongan orang-orang yang kafir.

Sebagai Mahluk baru yang diciptakan Allah, manusia mendapatkan keistimewaan yang tidak dimiliki oleh mahluk yang lain, dan seluruh mahluk diperintahkan oleh Allah untuk bersujud kepada manusia atas kelebihannya dari mahluk yang lain. Perlakuan istimewa ini ditentang oleh Malaikat dan Iblis. Pada al-Baqarah:30 di atas, dapat diketahui bahwa Malaikat protes atas penciptaan manusia karena tiga faktor:
1.      Manusia secara naluriah suka merusak
2.      Manusia suka berperang
3.      Malaikat selalu patuh dan senantiasa bertasbih kepada Allah
Atas keberatan Malaikat itu, Allah menjawab bahwa Dia Maha Mengetahui atas apapun yang hamba-Nya tidak ketahui.  Iblis juga menentang keberadaan manusia sebagai Mahluk Allah yang diistimewakan. Iblis menganggap bahwa dia lebih baik daripada manusia yang tercipta dari tanah, sehingga dia menolak untuk bersujud terhadap Adam.
Dari peristiwa tersebut dapat diambil suatu kesimpulan bahwa Allah sangat mencintai manusia meskipun ditentang oleh mahluk Allah yang lain, manusia tetap dijadikan sebagai mahluk istimewa pemegang amanah Allah untuk menjaga bumi dan mendapat gelar خَلِىْيفَةُ اللهِ فِي الْاَرْضِ . Atas semua keistimewaan, karunia dan semua nikmat yang telah diberikan Allah kepada mansuia maka menjadi kewajiban manusia untuk bersyukur kepada-Nya dengan cara beribadah.
Setelah manusia diciptakan oleh Allah, manusia mengemban amanah untuk menjaga dan memakmurkan bumi. Kehidupan manusia di bumi hanya bersifat sementara, dan suatu saat nanti pasti akan kembali kepada kehidupan hakiki di akhirat. Hakikat kehidupan di dunia adalah mencari bekal untuk kehidupan di akhirat, namun banyak manusia yang terlena dengan kehidupan di dunia, sehingga dia tidak mempunyai bekal untuk kehidupannya nanti di akhirat.
Allah telah mengutus para Rasul untuk membimbing manusia menuju jalan yang benar yang diridlai-Nya. Namun banyak di antara manusia yang ingkar terhadap ajaran tersebut bahkan membuat agama sendiri sesuka hati mereka. Pada hakikatnya, manusia sebelum dilahirkan telah berjanji taat kepada Allah, namun karena pesona gemerlap dunia banyak manusia yang melupakan perjanjiannya terhadap Allah. Hal ini sebagaimana disebutkan dalam Qs. Al-A’raf:172
وَإِذْ أَخَذَ رَبُّكَ مِنْ بَنِي آدَمَ مِنْ ظُهُورِهِمْ ذُرِّيَّتَهُمْ وَأَشْهَدَهُمْ عَلَى أَنْفُسِهِمْ أَلَسْتُ بِرَبِّكُمْ قَالُوا بَلَى شَهِدْنَا أَنْ تَقُولُوا يَوْمَ الْقِيَامَةِ إِنَّا كُنَّا عَنْ هَذَا غَافِلِينَ
Artinya :
Dan (ingatlah), ketika Tuhanmu mengeluarkan keturunan anak-anak Adam dari sulbi mereka dan Allah mengambil kesaksian terhadap jiwa mereka (seraya berfirman): "Bukankah Aku Ini Tuhanmu?" mereka menjawab: "Betul (Engkau Tuhan kami), kami menjadi saksi". (Kami lakukan yang demikian itu) agar di hari kiamat kamu tidak mengatakan: "Sesungguhnya kami (Bani Adam) adalah orang-orang yang lengah terhadap Ini (keesaan Tuhan)"

Berdasarkan Qs. Al-A’raf:172 tersebut kita dapat mengetahui bahwa dalam diri manusia sudah tertanam ikatan terhadap Allah, Tuhan seluruh alam. Ikatan inilah yang mendorong manusia untuk mencari kekuatan yang serba Maha untuk melindungi dirinya. Maka tidak mengherankan sejak masa pra sejarah, manusia sudah berbudaya animisme, dinamisme dan budaya megalitik untuk mendapatkan perlindungan dari kekuatan yang serba Maha di luar diri mereka.

PROSES PENCARIAN TUHAN
Sebagaimana telah dibahas pada tulisan di atas, bahwa hakikat agama sudah tertanam dalam jiwa manusia. Untuk memenuhi kebutuhan spiritualitas ini, manusia berusaha mencari Tuhannya. Dalam proses pencarian Tuhan ini, ada manusia yang mendapatkan petunjuk dan jalan yang benar, ada manusia yang mendapatkan jalan yang salah dan ada juga manusia yang frustasi dan memilih untuk tidak mencari Tuhannya.
Proses pencarian kebenaran ini juga pernah dialami oleh Nabi Ibrahim, As. Tatkala masyarakat pada saat itu menyembah berhala, Nabi Ibrahim, As berfikir mana mungkin benda yang diciptakan oleh manusia bisa menjadi Tuhan yang akan melindungi manusia tersebut. Proses pencarian kebenaran yang dilakukan oleh Nabi Ibrahim, As sebagaimana digambarkan dalam Qs. Al-An’am:76-78

فَلَمَّا جَنَّ عَلَيْهِ اللَّيْلُ رَأَى كَوْكَبًا قَالَ هَذَا رَبِّي فَلَمَّا أَفَلَ قَالَ لا أُحِبُّ الآفِلِينَ (٧٦) فَلَمَّا رَأَى الْقَمَرَ بَازِغًا قَالَ هَذَا رَبِّي فَلَمَّا أَفَلَ قَالَ لَئِنْ لَمْ يَهْدِنِي رَبِّي لأكُونَنَّ مِنَ الْقَوْمِ الضَّالِّينَ (٧٧) فَلَمَّا رَأَى الشَّمْسَ بَازِغَةً قَالَ هَذَا رَبِّي هَذَا أَكْبَرُ فَلَمَّا أَفَلَتْ قَالَ يَا قَوْمِ إِنِّي بَرِيءٌ مِمَّا تُشْرِكُونَ (٧٨)

Artinya :
76.  Ketika malam telah gelap, dia melihat sebuah bintang (lalu) dia berkata: "Inilah Tuhanku", tetapi tatkala bintang itu tenggelam dia berkata: "Saya tidak suka kepada yang tenggelam."
77.  Kemudian tatkala dia melihat bulan terbit dia berkata: "Inilah Tuhanku". tetapi setelah bulan itu terbenam, dia berkata: "Sesungguhnya jika Tuhanku tidak memberi petunjuk kepadaku, Pastilah Aku termasuk orang yang sesat."
78.  Kemudian tatkala ia melihat matahari terbit, dia berkata: "Inilah Tuhanku, Ini yang lebih besar". Maka tatkala matahari itu terbenam, dia berkata: "Hai kaumku, Sesungguhnya Aku berlepas diri dari apa yang kamu persekutukan.

Berdasarkan ayat tersebut di atas, kita dapat mengetahui perjalanan pencarian kebenaran yang dilakukan oleh Nabi Ibrahim, As. Ketika beliau melihat bintang dan bulan yang bersinar dengan indah di malam hari dikiranya adalah Tuhan namun ketika bintang dan bulan itu hilang dia memutuskan bahwa Tuhan tidak mungkin tenggelam. Ketika melihat Matahari yang bersinar dengan terang di pagi hari dikiranya adalah Tuhan, karena matahari lebih besar daripada yang lain. Namun ketika matahari tenggelam, Nabi Ibrahim, As juga menyimpulkan bahwa matahari bukanlah Tuhannya karena tidak mungkin Tuhan akan tenggelam.
Dalam proses pencaraian tersebut, tibalah pada suatu kesimpulan bahwa Tuhan yang sebenarnya adalah Tuhan yang menciptakan bintang, bulan, matahari dan seluruh alam semesta ini, sebagaimana disebutkan dalam Qs. Al-An’am:79
إِنِّي وَجَّهْتُ وَجْهِيَ لِلَّذِي فَطَرَ السَّمَاوَاتِ وَالأرْضَ حَنِيفًا وَمَا أَنَا مِنَ الْمُشْرِكِينَ
Artinya :
Sesungguhnya Aku menghadapkan diriku kepada Rabb yang menciptakan langit dan bumi, dengan cenderung kepada agama yang benar, dan Aku bukanlah termasuk orang-orang yang mempersekutukan Tuhan.

Tuhan yang sebenarnya dicari manusia adalah Tuhan yang serba Maha, Dialah pencipta dan pengatur seluruh alam ini, Tuhan yang Maha Tunggal dan tidak membutuhkan sekutu siapapun, Dialah “ ALLAH SWT”.
Qs. Al-Ikhlash:1-4
قُلْ هُوَ اللَّهُ أَحَدٌ (۱) اللَّهُ الصَّمَدُ (٢) لَمْ يَلِدْ وَلَمْ يُولَدْ (۳) وَلَمْ يَكُنْ لَهُ كُفُوًا أَحَدٌ (٤)
Artinya :
1.  Katakanlah: "Dia-lah Allah, yang Maha Esa.
2.  Allah adalah Tuhan yang bergantung kepada-Nya segala sesuatu.
3.  Dia tiada beranak dan tidak pula diperanakkan,
4.  Dan tidak ada seorangpun yang setara dengan Dia."




DOWNLOAD MATERI
LINK1                                                                             LINK2
              



DOWNLOAD  POWER POINT
LINK 1                                                                    
              

Tidak ada komentar:

Posting Komentar